Waktu itu libur semester 3 sudah tiba , dan ada waktu senggang disanan beberapa hari sebelum bisa pulang ke kampung masing-masing. Waktu itu tibul niat untuk touring ke BALI namun karna waktunya sangat kepepet maka Opsi untuk touring ke Bali di batalkan dan di buat Opsi baru yaitu untuk melakukan Pendakian ke puncak selamat di jawa tengah tepatnya di kota PURBALINGGA dan itu sudah pada di setujuii semua anggota , anggota ngak banyak amat sih cuman 4 orang aja agar pergerakannya dapat mudah di atur dan di konfirmasi .
Semua sudah Fix untuk menaklukkan selamat dan berangkat nya kamis pagi waktu itu dan kami sudah mulai packing barng -barang mulai dari tenda , jaket tebal , sepatu boat, dan lainnya yang bersangkutan dengan pendakian .
singkat cerita ,, kami sudah sampai di Cam /tempat melapor para pendaki yang ingin mendaki gunung selamat semua data- data kita akan di cacat disisni tujuan pendakian , dan banyak hal lainnya
jam 10 pagi kami sudah mulai mendaki mulai dari perkampungan dan persawahan dan perkebunan warga
foto : jika di lihat dari kota purbalingga ,
Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa tengah dengan ketinggian 3600 meter serta 4800 mdpl (meter dari permukaan laut )
sebenarnya ada 2 jalan berbeda untuk memeulai pendakian ke gunung selamat yaitu dari kota purbalingga dan dari kawasan wisata Batu raden, namun kami mendaki dari kawasan purbalingga agar lebih dapat kesan susah dan terjalnya jalan menuju puncak selamat
purbalingga pic
petunjuk jalur jalan menuju puncak
saat dan hendak melintasi perkebunan warga
saat berhenti dan istirahat di kaki gunung slamat
kordinator sekaligus ketua pelaksana lagi kecapaekan t
setelah sampai di post satu ,, istirahat dulu
pemandangan dari post 5
pemandangan dari post 7
di pucak slamat dan tampak pendaki lainnya sedang menikmati alam ciptaan tuhan yang sungguh sempurna
pegunungan yang terbentang luas tampak dari puncak ini semua
kita lagi mengagumi keindahan alam ciptaaan ALLAH ini
sama dengan di atas
sekianlah pengalaman saya dalam menaklukkan dunung tertingi di jawa tengah dan rencana jangka panjang saya selanjutnya adalah menaklukkan puncak semeru di tahun tahun ke depan ,,. semoga tercapai ya ALLAH,, aminnn amin
Selasa, 28 Mei 2013
Sabtu, 25 Mei 2013
Kamis, 23 Mei 2013
Batara-Wisnu ,Sipagimbar Saipar Dolok Hole Tapanuli selatan Indonesia belum merdeka tanpa aku
Memang hidup ini sangat gila ,klo menurut saya . karna apa ya ? , waduh mungkin hati lagi tidak karuan malasnya sekarang , dan mungkin cerita yang sakit dahulu itu bisa di muat dalam sini . biarpun ngak ada orang yang melihatnya dan membacanya ?., ya kan , palin g akan senang juga aku nantinya bisa membaca memori -memori yang hampir terlupakan dahu itu .
Dapat di katakan aku orang yang sangat dan tidak bisa beruntung,, aku tak tau arti kata itu tapi gitulah , nikmati aja kata bung Gusdur yang sudah wafat duluan dan kita akan menyusul juga nanti ,sekarang ,besok , lusa , minggu depan , atau bahkan tahun depan , hanya ALLAH yang tau saudara-saudara .
langsung saja ya saudara- saudara nanti ngak jadi-jadi ceritanya karna kebanyakan bacot ataupun basa- basi yang kurang penting .
Saya Tinggal di seubah desa yang sangat kolot kalau kata orang ,desa yang sangat terpencil juga kata orang ,desa yang jauh dari kota kata orang tapi memang benar sih jauh dari kota , nama desanya Desa Sipagimbar taoi sekarang sudah berubah jadi Kelurahan Sipagimbar yang terletak di Belantara Hutan Sumatra dan di Kerumuni oleh Gajah sumatra yang cukup agresip dan di Lindungi oleh Harimau sumatra yang terkenal kebuasannya samapi ke seantero dunia ,, wuihhh mantap kalibah bahasanya ,..
Yap letaknya di Sumatra Utara yang terkenal dengan Danau Tobanya dan Babi Panggang Karonya , dan juga sangat Terkenal dengan SDM(Sumber daya manusia ) handal dan sangat Tegas termasuk Para Hakim dan jaksa -jaksa itu katanya . Namun saya tidak lah di Danau toba itu ataupun di kota medan itu melainkan saya masih di bagian dari Propinsi Sumatra utara itu . Sumatra utara Kabaupaten Tapanuli selatan yang di kenal dengan kota salak yaitu Kota Padang Sidimpuan .. kota salak ,
Dan letaknya di Tapanuli selatan juga di Kecamatan Saipar Dolok hole nah inilah letak kampung saya yang konon katanya jauh dari kota itu namun asal loe, loe pada tau aja ya di kampung ku ini terdapat pesantren terbaik se sumatra utara sekaligus almamaterku dahulu yaitu Pesantren Modern Unggulan Terpadu Darul mursyid .Kelurahan Sipagimbar ini sudah berdiri sejak dahulu kala dan pastinya saya kuran gtau lah orang umurku aja baru 19 tahun ya kan ?.. tapi disinilah saya di lahirkan oleh ibu saya yang sangat saya cintai di hati , dan akan saya bawa sampai mati cinta ini. walaupun sampai saat ini saya masih tidak bisa membahagiakan dia , atau pinomatnya tidak menyusahkan dia namun saya berjanji dalam diri saya sendiri dan berjanji kepada ALLAH bahwa saya akan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua .
Minggu, 19 Mei 2013
tugas kuliah design Pattern
STATE
OF THE ART DESIGN PATTERN
KELOMPOK
DESIGN PATTERN
PIS
11-SDV-02
NAMA
ZAINUL
HAQ DONGORAN(30111254)
DWI
HARIYADI (30111483)
POLITEKNIK
TELKOM
PIDATO WISUDAWAB TERBAIK ,YANG MENAKUTKAN
aledictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech
by Erica Goldson
Here I stand
There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”
This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.
Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.
I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.
John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.
H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”
To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?
This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.
And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.
We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.
The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.
For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.
For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.
For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.
So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.
I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!
~~~~~~~~~~
Kamis, 16 Mei 2013
Aku merindukan kehidupan yang dulu itu
Sunggguh tak terasa sudah hampiir 2 tahun saya sudaha meninggalkan dan sekaligus melupakan tempat yang semestinya tidak bisa aku lupakan waktu itu. itu tempat paling menyebalkan sekaligus tempat paling menyenangkan jika di bandingkan dengan kehidupan sekarang yang lagi tak tau arah pasti disini.,, menulis kurang pasti.
yapp itu dia PESANTREN MODERN UNGGULAN TERPADU DARUL MURSYID almamater sejatiku yang membuat aku begini walaupun sengsara dalam ketidak pastian dalam menjalakan apa yang sudah saya dapatkan waktu itu .di rodam di kolam yang sunggguh seperti rawa tempat biawak hidup subur disana seolah olah saya adalah makanana lezat bagi biawak dan binatang lain penghuni rawa tersebut sunggguh sangat menyakitkan waktu itu , Di permalukan di depan orang banuak dengan buka baju dan bertuliskan sang pelanggar peraturan sejati di dada tanpa sehelai kain ,menyiratkan bahwa kami adalah sang teroris yang jika sekarang di buru oleh para densus88 yang gagah perkasa , begitulah peristiwa yang terjadi di waktu itu layaknya kami adalah sekumpulan manusia yang hina di mata mereka yang waktu sunggguh otoriter di bawah kepemimpinan mereka sendiri juga yang berdiri di atas organisasi pelajar yang sangat menyakitkan awktu itu .
Layaknya kami adalah robot yang sudah di ciptakan untuk menjalankan sistem yang di buat oleh mereka yang berkuasa di tempat itu .di mulai dengan bagun di subuh hari jam 05;00 di pedesaan merupakan suatu siksaan yang sangat nyata, suhu pedesaan yang memang sangat dingin menjadi tantangan bagi kami sanstri di sekolah ini ,di tambah paksaan untuk mandi dengan air yang bersuhu di bawah 10 derajat celcius , dan di arahkan ke masjid yang lumayan jauh untuk di tempuh bagi orang yang baru bangun tidur untuk berjalan di tengah udara yang sangat dingin , bahkan jaket yang sudah tiga lapis pun akan sangat tidak terasa di badan.
Namun itulah tantangan demi mendapatkan dan menjalankan kewajiban kita kepada sang khalik, yaitu 70 derajat di banding solat sendirain di asrama yang tidak jelas akan di laksanakan atau tidak . begitulah cara hidup islam itu yang sudah memiliki aturan yang sangat baik untuk di jalankan semua ummatnya .
bersambung ,,.,.,
Senin, 13 Mei 2013
Merpati putih
dan pengen amat sangat aku melihatnya
karna ia merpati indah yang anggun sangat memikat
tidak seperti merpati pada umumnya
ini lebih berwarna di banding banyak merpati yang bagus namun tak bisa mengepakkan sayapnya sesuai dengan hakikatnya sebagai merpati.
bahkan merpati lain itu menjelma seperti anjing yang tak tau malu
hanya bagus di pandang sekilas namun jika terlalu lama akan menjadi enek ,menjijikkan
begitulah sebagian merpati kiasan itu .
namun merpati yang saya dambakan itu kini telah mengepakkkan sayapnya kembali
mengasikkan untuk melihatnya ,menyenangkan hati ,dan dungguh indah ciptaan sang pencipta ini.,
aku bersyukur bisa melihatnya lagi
terima kasih merpati putih ,jadikan hatiku seputih sayapmu
by:zainul haq dongoran
Jumat, 10 Mei 2013
MALAM ITU BULAN PENUH
jikala siang kian redup
mata putih kian memudar dan aktifitas kian berkurang
kekhilafan kian meningkat
seseorang menangis tersipu tak tau arah dan tujuan
dalam hidup yang tak karuan
sejauh kaki melangkah dan tak tau arah tujuan
ku terhempas di pelamunan yang tiada hentinya
ku terpaku menatap keramaianan yang tak pasti ,
kebaikan dan keburukan berbaur di dalamnya dan kehidupan itu berjalan seirinng kebaikan dan keburukan itu di jalankan dan yang menjalakan kebaikan itulah selalu senang dan selalu bersahaja dalam hidup ini dan selalu ceria dan itulah yang selalu ku dambakan dalam melakukan pencarian ini
ia,ia ,ia melakukan pencarian yang tak kunjung berahir
air mata akan terus bertaburan demi hati tujuan yang tak pernah tercapai
namun demikian mimpi itu akan selalu ku gapai walaupun itu hanya mimpi
yang tak pasti keberadaannya namun hanya hatilah yang akan meliputi ini
NAMUN AKULAH SANG PENAKLUK UJUNG DUNIA
YANG AKAN MENGGAPAI SEMUA KE AMBANGAN MIMPI ITU DALAM HATI ITU
DAN HANYA ALLALH LAH YANG TAU JALAN DAN MEMBERIKAN JALAN
by.zainul dongoran
mata putih kian memudar dan aktifitas kian berkurang
kekhilafan kian meningkat
seseorang menangis tersipu tak tau arah dan tujuan
dalam hidup yang tak karuan
sejauh kaki melangkah dan tak tau arah tujuan
ku terhempas di pelamunan yang tiada hentinya
ku terpaku menatap keramaianan yang tak pasti ,
kebaikan dan keburukan berbaur di dalamnya dan kehidupan itu berjalan seirinng kebaikan dan keburukan itu di jalankan dan yang menjalakan kebaikan itulah selalu senang dan selalu bersahaja dalam hidup ini dan selalu ceria dan itulah yang selalu ku dambakan dalam melakukan pencarian ini
ia,ia ,ia melakukan pencarian yang tak kunjung berahir
air mata akan terus bertaburan demi hati tujuan yang tak pernah tercapai
namun demikian mimpi itu akan selalu ku gapai walaupun itu hanya mimpi
yang tak pasti keberadaannya namun hanya hatilah yang akan meliputi ini
NAMUN AKULAH SANG PENAKLUK UJUNG DUNIA
YANG AKAN MENGGAPAI SEMUA KE AMBANGAN MIMPI ITU DALAM HATI ITU
DAN HANYA ALLALH LAH YANG TAU JALAN DAN MEMBERIKAN JALAN
by.zainul dongoran
Kamis, 09 Mei 2013
HIDUPLAH DALAM MIMPI
Oleh Inna Ar
Penerima beasiswa Huygens Scholarship Program (HSP) Nuffic
Master in Medical Biology, Radboud University Nijmegen, The Netherlands
Penerima beasiswa Huygens Scholarship Program (HSP) Nuffic
Master in Medical Biology, Radboud University Nijmegen, The Netherlands
Experimental Urology Dept,
utje 6, NCMLS. Saya lirik jam di pojok PC supervisor saya, ternyata sudah pukul
17.20 dan diluar salju sedang turun. Sejenak saya menengok ke
weerplaza.com, sang peramal cuaca mengakatan “IJZEL en sneeuwval”, jadi sedikit
malas beranjak. Berhubung hari ini lebih banyak di depan layar untuk menulis
review dan memulai menulis internship report, saya pikir boleh lah sedikit
menulis yang lain, siapa tahu sedikit cerita ini akan bermanfaat bagi siapapun.
Saya biarkan kenangan saya menari bebas diiringi salju yang sedikit bertambah
deras. Kombinasi yang sangat pas seperti yang pernah saya bayangkan dulu ketika
masih di Indonesia.
Yap, saya Inna Armandari, biasa dipanggil Inna dan beberapa sahabat memanggil dengan Inul. Saat ini saya sedang melanjutkan studi master di Radboud University Nijmegen, The Netherlands dengan major Medical Biology dan telah memasuki tahun kedua yang artinya semester depan saya harus lulus. Sebuah mimpi yang harus saya wujudkan lagi dan saya ingin hidup lagi di dalamnya. Saya akui saya bukanlah pelajar yang pandai dengan IPK 4,00 dan tidak masuk golongan mahasiswa populer waktu jaman kuliah S1. Saya adalah mahasiswa biasa yang cukup BERANI BERMIMPI, MERAIH MIMPI, dan HIDUP DI DALAM MIMPI. Begitulah, saya merasa lebih bangga dengan pandangan seperti itu.
Jika membuka lagi apa yang harus saya lalui untuk mencapai apa yang saya rasakan sekarang bukanlah sesuatu yang mudah, namun saya sendiri sebagai pelaku yang punya mimpi dan mewujudkannya terasa lebih ringan ketika apa yang saya yakini dan saya usahakan pada akhirnya saya pasrahkan dan ikhlaskan kepada-Nya (bahasanya berat dan sulit dimengerti sepertinya….hehehe). Sejauh ini saya malah merasa hidup saya sangat dipengaruhi oleh beberapa novel yang pernah saya baca sebelumnya dari Laskar Pelangi hingga Negeri van Oranje, bahkan 5 cm. Apa korelasinya? Akan saya jelaskan!
Sekembalinya Oom saya dari Jerman dan Belanda di tahun 1996, saya mendapatkan oleh-oleh puzzle bergambar Lion King bermerek Ravensburger Puzzle dan sebatang coklat, katanya ini oleh-oleh dari jauh. Well, sebagai anak kelas 2 SD saya tidak tahu apa-apa, yang penting dapat oleh-oleh dari oom rasanya sudah senang sekali. Waktu itu yang saya tahu Jerman dan Belanda itu jauh dari Indonesia dan ada di benua Eropa, setelah saya menginjak kelas 4 SD dan mendapat pelajaran Geografi. Sejak itulah saya mulai membayangkan dan berangan-angan untuk dapat sekolah di luar negeri karena notabene perginya oom saya ke Jerman dan Belanda adalah untuk training yang berarti oom saya itu pintar karena dapat dikirim sekolah oleh perusahaannya hingga jauh ke negeri orang. Saya pun jadi ingin seperti beliau yang bisa sekolah hingga ke luar negeri, meski idak tahu bidang apa yang harus saya tekuni. Dari sinilah perjalanan mimpi ini dimulai. Sekolah di Eropa!
Saat duduk di bangku SMA saya pernah mencoba mengikuti seleksi pertukaran pelajar AFS, tapi tampaknya saya belum beruntung dan belum waktunya untuk pergi dari Indonesia saat itu. Lulus dari SMA, sayapun kembali mencoba peruntungan sekolah di Eropa ketika akan masuk kuliah. Tapi saya akhirnya mundur karena kebanyakan bachelor di luar negeri adalah biaya sendiri alias beasiswa orang tua. Sudah tentu saya tidak mungkin merengek pada orang tua untuk menyekolahkan saya ke Eropa, biaya dari mana? Keluarga saya bukanlah keluarga berada yang bergelimang harta, maka saya harus beusaha mencari beasiswa jika ingin sekolah di Eropa.
Di bangku kuliah, cita-cita saya untuk sekolah di luar negeri semakin menggebu. Kebetulan saya kuliah di Fakultas Farmasi, UGM dengan guru-guru yang sangat memotivasi dan pernah sekolah di Eropa. Saya berharap saat lulus S1 nanti bisa langsung ke Eropa... singkat cerita…..
Januari 2009, timbullah kebimbangan, apakah saya yakin akan melanjutkan master di Paris, Perancis. Dulunya, saya ingin sekali sekolah di Prancis setelah membaca bukunya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Di sana beliau bercerita tentang University of Sorbonne yang membuat hati saya bergetar mendengar namanya. Namun, saya merasa kurang mampu karena kendala bahasa. Dan saya tidak cukup kaya untuk menguasai bahasa Perancis. Tapi cita-cita saya untuk sekolah di luar negeri tidak pernah luntur. Saya pun banting setir mencari negara Eropa mana kira-kira mampu saya raih. Di kala hati sedang gundah dan bingung dengan arah, datanglah sebuah pencerahan. 18 Juni 2009, saya menemukan sebuah novel berjudul NEGERI VAN ORANJE. Saya baca novel itu hingga usai dan saya seakan terbius dengan BELANDA. Kebetulan di akhir November 2009 diadakan Holland Education Fair di Jogja dan saya berkunjung kesana. Ada beberapa perwakilan universitas di Belanda yang mempromosikan kampusnya. Saat itu saya mengunjungi Utrecht University, UvA, dan Leiden University. Ketiganya adalah universitas top lah menurut saya karena mereka sampai promosi dengan dating langsung ke Indonesia. Dari ketiga universitas ini saya pun mencari program yang sesuai dengan minat saya di bidang Imunologi dan Onkologi dan ketiganya punya program yang saya inginkan, namun beasiswa yang ada sepertinya belum bias memenuhi harapan saya. Saya pun bertanya ke pihak Neso Indonesia, beasiswa apa yang bias membawa saya sekolah di Belanda sebagai fresh graduate yang belum punya pengalaman kerja. Ternyata hanya ada satu beasiswa (yang saya tahu) yang memberikan full covering scholarship untuk fresh graduate student, yaitu HSP Huygens scholarship! Tapi syarat dari beasiswa ini sang pelamar harus sudah diterima di salah satu universitas di Belanda dan termasuk top 10 % ketika S1. Dengan persyaratan tersebut, mau tidak mau membuat saya harus kerja ekstra. Berkat tuntunan-Nya saya pun dapat lulus di tahun 2010 dengan IPK cum laude dan masuk top 10% lulusan fakultas waktu itu. Sedikit meleset tapi biarlah akan saya coba bagaimanapun caranya.
Berhubung belum punya TOEFL, saya pun harus tes TOEFL. Dari ketiga universitas yang saya mau ternyata mensyaratkan TOEFL iBT atau IELTS. Setelah saya cek sana-sini ternyata keduanya adalah tes bahasa Inggris dengan biaya cukup tinggi U$196. Tidak ikhlas rasanya mengeluarkan uang sebanyak itu tanpa jaminan apapun, kalau ikut persiapan juga biayanya sangat mahal. Saya sempat bingung, dengan persiapan yang minim saya harus bias ke Eropa. Saya pun mencari kemungkinan universitas lain yang tidak mensyaratkan TOEFL iBT atau IELTS dan yang saya temukan adalah Radboud University Nijmegen (RUN) dan Wageningen University. Saya cari program yang cocok an saya memilih Medical Biology di Radboud dan Biotechnology di Wageningen. Setelah melalui tes TOEFL ITP di Neso, Jakarta aplikasi saya kirimkan. Aplikasi ke Wageningen dikirimkan secara online sedangkan aplikasi ke Radboud harus berupa hard file via pos.
Dan setelah menunggu selama kurang lebih 2 bulan saya pun mendapat notifikasi dari RUN bahwa saya diterima di program yang saya daftar. Bersyukur sekali saya waktu itu karena, pengumuman datang 5 hari sebelum penutupan aplikasi beasiswa HSP. Jangan ditanya perasaan saya selama menunggu pengumuman. Rasa pesimis yang sungguh memuncak di hari ulang tahun saya, 2 hari sebelum surat sakti keluar sungguh menjadi salah satu momen kritis dalam hidup saya. Namun, Tuhan selalu tahu waktu yang tepat. Yang lebih membuat saya panik adalah aplikasi beasiswa harus dikirimkan dalam hard copy ke Den Haag, NL, dan itu memerlukan waktu paling cepat 3 hari kerja, padahal aplikasi HSP ditutup pada 1 Februari 2011. Walhasil, aplikasi beasiswapun diterima oleh Nuffic pada 31 Januari 2011, tepat sehari sebelum penutupan. Dan 3 bulan kemudian saya mendapat email dari Nuffic, bahwa beasiswa HSP tahun 2011 adalah putaran terakhir karena krisis Eropa maka beasiswa ini pada tahun selanjutnya tidak akan dibuka lagi. Lengkap sudah kegelisahan saya waktu itu, tapi saya hanya percaya jika ini jalan saya apapun halangannya pasti akan jadi milik saya juga. Alhamdulillah, semua mimpi saya selama bertahun-tahun terjawab juga dengan email yang dikirmkan oleh Nuffic pada 27 April 2011 dengan kalimat Congratulations! You have now been awarded a Huygens Scholarship. Dream come true!! Satu mimpi besar saya terkabul pada saat yang tepat. Rasa syukur yang begitu dalam saya panjatkan kepada-Nya karena perjuangan ini berbuah manis. Juga terima kasih saya kepada orang tua saya karena dengan ijinnya saya bisa melihat dunia, belajar, dan lebih membuka mata lebar-lebar bahwa hidup yang sekali ini harus lebih dan terus bermakna, serta menjadi manfaat bagi sesama. Bukan begitu??
Akhirnya, 2013 ini mungkin akan menjadi tahun penentuan lagi bagi saya karena masa tinggal saya di NL berlaku sampai 1 September 2013. Biarkan Allah menuntun kemana kaki ini akan melangkah lagi. Selama hampir 2 tahun ini saya mendapat lebih banyak pengalaman hidup jauh dari tanah kelahiran saya, dan itu membawa sedikit banyak perubahan cara pandang saya dalam memaknai semua yang ada disekitar saya. Dan semoga ilmu yang saya pelajari disini nantinya akan memberikan manfaat bagi semua. Amin
Teruslah hidup dalam mimpi-mimpimu!
“Tuhan tahu tapi menunggu”, kata bang Andrea Hirata
Yap, saya Inna Armandari, biasa dipanggil Inna dan beberapa sahabat memanggil dengan Inul. Saat ini saya sedang melanjutkan studi master di Radboud University Nijmegen, The Netherlands dengan major Medical Biology dan telah memasuki tahun kedua yang artinya semester depan saya harus lulus. Sebuah mimpi yang harus saya wujudkan lagi dan saya ingin hidup lagi di dalamnya. Saya akui saya bukanlah pelajar yang pandai dengan IPK 4,00 dan tidak masuk golongan mahasiswa populer waktu jaman kuliah S1. Saya adalah mahasiswa biasa yang cukup BERANI BERMIMPI, MERAIH MIMPI, dan HIDUP DI DALAM MIMPI. Begitulah, saya merasa lebih bangga dengan pandangan seperti itu.
Jika membuka lagi apa yang harus saya lalui untuk mencapai apa yang saya rasakan sekarang bukanlah sesuatu yang mudah, namun saya sendiri sebagai pelaku yang punya mimpi dan mewujudkannya terasa lebih ringan ketika apa yang saya yakini dan saya usahakan pada akhirnya saya pasrahkan dan ikhlaskan kepada-Nya (bahasanya berat dan sulit dimengerti sepertinya….hehehe). Sejauh ini saya malah merasa hidup saya sangat dipengaruhi oleh beberapa novel yang pernah saya baca sebelumnya dari Laskar Pelangi hingga Negeri van Oranje, bahkan 5 cm. Apa korelasinya? Akan saya jelaskan!
Sekembalinya Oom saya dari Jerman dan Belanda di tahun 1996, saya mendapatkan oleh-oleh puzzle bergambar Lion King bermerek Ravensburger Puzzle dan sebatang coklat, katanya ini oleh-oleh dari jauh. Well, sebagai anak kelas 2 SD saya tidak tahu apa-apa, yang penting dapat oleh-oleh dari oom rasanya sudah senang sekali. Waktu itu yang saya tahu Jerman dan Belanda itu jauh dari Indonesia dan ada di benua Eropa, setelah saya menginjak kelas 4 SD dan mendapat pelajaran Geografi. Sejak itulah saya mulai membayangkan dan berangan-angan untuk dapat sekolah di luar negeri karena notabene perginya oom saya ke Jerman dan Belanda adalah untuk training yang berarti oom saya itu pintar karena dapat dikirim sekolah oleh perusahaannya hingga jauh ke negeri orang. Saya pun jadi ingin seperti beliau yang bisa sekolah hingga ke luar negeri, meski idak tahu bidang apa yang harus saya tekuni. Dari sinilah perjalanan mimpi ini dimulai. Sekolah di Eropa!
Saat duduk di bangku SMA saya pernah mencoba mengikuti seleksi pertukaran pelajar AFS, tapi tampaknya saya belum beruntung dan belum waktunya untuk pergi dari Indonesia saat itu. Lulus dari SMA, sayapun kembali mencoba peruntungan sekolah di Eropa ketika akan masuk kuliah. Tapi saya akhirnya mundur karena kebanyakan bachelor di luar negeri adalah biaya sendiri alias beasiswa orang tua. Sudah tentu saya tidak mungkin merengek pada orang tua untuk menyekolahkan saya ke Eropa, biaya dari mana? Keluarga saya bukanlah keluarga berada yang bergelimang harta, maka saya harus beusaha mencari beasiswa jika ingin sekolah di Eropa.
Di bangku kuliah, cita-cita saya untuk sekolah di luar negeri semakin menggebu. Kebetulan saya kuliah di Fakultas Farmasi, UGM dengan guru-guru yang sangat memotivasi dan pernah sekolah di Eropa. Saya berharap saat lulus S1 nanti bisa langsung ke Eropa... singkat cerita…..
Januari 2009, timbullah kebimbangan, apakah saya yakin akan melanjutkan master di Paris, Perancis. Dulunya, saya ingin sekali sekolah di Prancis setelah membaca bukunya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Di sana beliau bercerita tentang University of Sorbonne yang membuat hati saya bergetar mendengar namanya. Namun, saya merasa kurang mampu karena kendala bahasa. Dan saya tidak cukup kaya untuk menguasai bahasa Perancis. Tapi cita-cita saya untuk sekolah di luar negeri tidak pernah luntur. Saya pun banting setir mencari negara Eropa mana kira-kira mampu saya raih. Di kala hati sedang gundah dan bingung dengan arah, datanglah sebuah pencerahan. 18 Juni 2009, saya menemukan sebuah novel berjudul NEGERI VAN ORANJE. Saya baca novel itu hingga usai dan saya seakan terbius dengan BELANDA. Kebetulan di akhir November 2009 diadakan Holland Education Fair di Jogja dan saya berkunjung kesana. Ada beberapa perwakilan universitas di Belanda yang mempromosikan kampusnya. Saat itu saya mengunjungi Utrecht University, UvA, dan Leiden University. Ketiganya adalah universitas top lah menurut saya karena mereka sampai promosi dengan dating langsung ke Indonesia. Dari ketiga universitas ini saya pun mencari program yang sesuai dengan minat saya di bidang Imunologi dan Onkologi dan ketiganya punya program yang saya inginkan, namun beasiswa yang ada sepertinya belum bias memenuhi harapan saya. Saya pun bertanya ke pihak Neso Indonesia, beasiswa apa yang bias membawa saya sekolah di Belanda sebagai fresh graduate yang belum punya pengalaman kerja. Ternyata hanya ada satu beasiswa (yang saya tahu) yang memberikan full covering scholarship untuk fresh graduate student, yaitu HSP Huygens scholarship! Tapi syarat dari beasiswa ini sang pelamar harus sudah diterima di salah satu universitas di Belanda dan termasuk top 10 % ketika S1. Dengan persyaratan tersebut, mau tidak mau membuat saya harus kerja ekstra. Berkat tuntunan-Nya saya pun dapat lulus di tahun 2010 dengan IPK cum laude dan masuk top 10% lulusan fakultas waktu itu. Sedikit meleset tapi biarlah akan saya coba bagaimanapun caranya.
Berhubung belum punya TOEFL, saya pun harus tes TOEFL. Dari ketiga universitas yang saya mau ternyata mensyaratkan TOEFL iBT atau IELTS. Setelah saya cek sana-sini ternyata keduanya adalah tes bahasa Inggris dengan biaya cukup tinggi U$196. Tidak ikhlas rasanya mengeluarkan uang sebanyak itu tanpa jaminan apapun, kalau ikut persiapan juga biayanya sangat mahal. Saya sempat bingung, dengan persiapan yang minim saya harus bias ke Eropa. Saya pun mencari kemungkinan universitas lain yang tidak mensyaratkan TOEFL iBT atau IELTS dan yang saya temukan adalah Radboud University Nijmegen (RUN) dan Wageningen University. Saya cari program yang cocok an saya memilih Medical Biology di Radboud dan Biotechnology di Wageningen. Setelah melalui tes TOEFL ITP di Neso, Jakarta aplikasi saya kirimkan. Aplikasi ke Wageningen dikirimkan secara online sedangkan aplikasi ke Radboud harus berupa hard file via pos.
Dan setelah menunggu selama kurang lebih 2 bulan saya pun mendapat notifikasi dari RUN bahwa saya diterima di program yang saya daftar. Bersyukur sekali saya waktu itu karena, pengumuman datang 5 hari sebelum penutupan aplikasi beasiswa HSP. Jangan ditanya perasaan saya selama menunggu pengumuman. Rasa pesimis yang sungguh memuncak di hari ulang tahun saya, 2 hari sebelum surat sakti keluar sungguh menjadi salah satu momen kritis dalam hidup saya. Namun, Tuhan selalu tahu waktu yang tepat. Yang lebih membuat saya panik adalah aplikasi beasiswa harus dikirimkan dalam hard copy ke Den Haag, NL, dan itu memerlukan waktu paling cepat 3 hari kerja, padahal aplikasi HSP ditutup pada 1 Februari 2011. Walhasil, aplikasi beasiswapun diterima oleh Nuffic pada 31 Januari 2011, tepat sehari sebelum penutupan. Dan 3 bulan kemudian saya mendapat email dari Nuffic, bahwa beasiswa HSP tahun 2011 adalah putaran terakhir karena krisis Eropa maka beasiswa ini pada tahun selanjutnya tidak akan dibuka lagi. Lengkap sudah kegelisahan saya waktu itu, tapi saya hanya percaya jika ini jalan saya apapun halangannya pasti akan jadi milik saya juga. Alhamdulillah, semua mimpi saya selama bertahun-tahun terjawab juga dengan email yang dikirmkan oleh Nuffic pada 27 April 2011 dengan kalimat Congratulations! You have now been awarded a Huygens Scholarship. Dream come true!! Satu mimpi besar saya terkabul pada saat yang tepat. Rasa syukur yang begitu dalam saya panjatkan kepada-Nya karena perjuangan ini berbuah manis. Juga terima kasih saya kepada orang tua saya karena dengan ijinnya saya bisa melihat dunia, belajar, dan lebih membuka mata lebar-lebar bahwa hidup yang sekali ini harus lebih dan terus bermakna, serta menjadi manfaat bagi sesama. Bukan begitu??
Akhirnya, 2013 ini mungkin akan menjadi tahun penentuan lagi bagi saya karena masa tinggal saya di NL berlaku sampai 1 September 2013. Biarkan Allah menuntun kemana kaki ini akan melangkah lagi. Selama hampir 2 tahun ini saya mendapat lebih banyak pengalaman hidup jauh dari tanah kelahiran saya, dan itu membawa sedikit banyak perubahan cara pandang saya dalam memaknai semua yang ada disekitar saya. Dan semoga ilmu yang saya pelajari disini nantinya akan memberikan manfaat bagi semua. Amin
Teruslah hidup dalam mimpi-mimpimu!
“Tuhan tahu tapi menunggu”, kata bang Andrea Hirata
ATURAN DALAM MENGENDARAI SESUATU ,
ATURAN DALAM MENGENDARAI SESUATU ,
Dalam suatu hakikat ilmiah manusia di hakikatkan dalam cirri manusia
yang selalu tertarik akan hal baru dan terbarukan dan tak lebih dari itu dalam
penelitian seorang ilmuan potologi
sipagimbar of university(SINGAPORE)
menyatakan perputaran otak selalu identik dengan perubahan baik itu yang di akibatkan oleh hal baru atau
keterkejutan yang di alaminya pada saat
itu juga dan tanpa ia sadari itu akan
tersimpan di memori saraf ya dan suatu waktu
akan keluar kembali ketika ia
akan mengalami hal yang serupa dengan
hal tersebut.
Dan tak jauh pula dari hasil penelitian itu yang di sampaikan paman saya (se orang ahli sosiologi dan candatologi dari sabanava
Insitution ketika kita mengendarai sesuatu pandangan mata itu mengang 100% ,,,ke depan hanya 60% ke kiri dan kanan 30% dan lain lain 10% inilah pengendarayang stabil dan balance dalam menjalankan ke adaanya ,
namun ketika persenitas di atas sudah tak se imbang lagi maka itulah yang mengakibatkan kecelakaan atau musibah di jalanan juga .,.,.,,
namun ketika persenitas di atas sudah tak se imbang lagi maka itulah yang mengakibatkan kecelakaan atau musibah di jalanan juga .,.,.,,
Sabtu, 04 Mei 2013
Kala itu di Malvin
Gulungan
cerita
Waktu itu kelompok kami merupakan yang terburuk
dalam presentasi kelompok tugas besar
,klo di politeknik telkom nama tugas
akhir matakuliah itu namanya tugas besar. Waktu itu kami satu kelompok 4
orang dan saya termausk satu didalamnya , lainnya ada
novi panggilannya namun ialah otak di
balik semua rencana kami dalam membangun tugas ini termasuk yan grajin juga sih di kampus
kami , dia baik ramah
dan enak lah di cakapin , trus
ada imu panggilannya namun yg ini susah
bekerja jika tidak di perintahkan sama
halnya dengan mesin tidak akan
jalan jika tidak di perintah kira kira begituilah klo yg ini kemudian ada eva panggilannya ini juga ngak jauh beda dengan
yang sebelumnya cuman bedanya ini mesinnya
leboih cerdas jika di banding
dengan yang tadi dan saya
terakhir yang selalu pengen
ngerjain namun karna susah ya
jadi ginilah ngarap teman mulu jadinya .
Ini ceritanya karna tugas
pertama gagal dan hancur berantakan maka di adakan rapat kordinasi
yang mana untuk tidak
mengulang pada kesalahan yang pertama dan tugas kedua ini jauh lebih sulit juga jika di banding kan denga tugas yang pertama , namun jika di
kerjakan dalam satu kelompok itu akan jauh lebih mudah di bandingkan jika di
kerjakan satu orang
uda dulu besok lanjut . klo rajin
uda dulu besok lanjut . klo rajin
Rumah itu Menjauhiku
Rumah itu menertawaiku
semuanya diam membisu dan tidak seperti biasanya
malam itu bulan tak berkutik di di antara embun hitam di sekitaranya
dan rumah itu nyaris lari dariku
tak tau arah kah ia atau aku
dan si bapak tetangga bingung dengan rumah ini
sambil berkata"rumah kok diam "
sedih tak karuan dalam hati
Langganan:
Postingan (Atom)