Selasa, 28 Mei 2013

SAAT MENAKLUKKAN PUNCAK GUNUNG SELAMAT(JAWA TENGAH INDONESIA)

Waktu itu  libur semester 3 sudah tiba , dan ada waktu senggang disanan beberapa hari sebelum bisa pulang ke kampung masing-masing. Waktu itu tibul  niat untuk touring ke BALI namun karna  waktunya sangat kepepet  maka Opsi  untuk touring ke Bali di batalkan dan di buat Opsi baru yaitu untuk  melakukan  Pendakian ke puncak selamat di jawa tengah tepatnya di kota PURBALINGGA  dan itu sudah pada di setujuii semua anggota  , anggota ngak banyak  amat sih cuman  4 orang aja  agar pergerakannya dapat mudah di atur dan  di konfirmasi .
    Semua sudah  Fix untuk menaklukkan selamat dan berangkat nya kamis pagi   waktu itu dan  kami sudah mulai packing barng -barang  mulai dari tenda , jaket tebal , sepatu boat, dan lainnya yang bersangkutan dengan  pendakian .
singkat cerita ,, kami sudah sampai di Cam /tempat melapor para pendaki  yang ingin mendaki gunung selamat semua data- data kita akan di  cacat disisni  tujuan pendakian , dan banyak hal lainnya
jam 10 pagi  kami sudah mulai mendaki  mulai dari perkampungan  dan persawahan  dan perkebunan  warga
 foto : jika di  lihat dari kota  purbalingga ,

Gunung ini merupakan  gunung tertinggi di  jawa tengah dengan ketinggian  3600 meter  serta  4800 mdpl (meter dari permukaan laut )
    sebenarnya ada  2 jalan berbeda  untuk  memeulai  pendakian ke gunung selamat  yaitu dari kota purbalingga  dan dari   kawasan wisata  Batu raden, namun kami mendaki dari  kawasan  purbalingga agar lebih dapat kesan  susah  dan  terjalnya jalan menuju  puncak selamat

     purbalingga  pic
    petunjuk jalur jalan menuju  puncak
    saat dan hendak  melintasi   perkebunan warga


    saat berhenti dan istirahat   di kaki gunung slamat



                      kordinator  sekaligus ketua pelaksana lagi kecapaekan t

    setelah sampai di post satu  ,, istirahat dulu









    pemandangan  dari post 5
    pemandangan  dari post 7
    di pucak  slamat dan tampak pendaki lainnya sedang  menikmati  alam ciptaan tuhan yang sungguh sempurna
    pegunungan yang terbentang luas  tampak dari puncak ini semua

    kita lagi  mengagumi keindahan alam ciptaaan ALLAH ini
    sama  dengan  di atas

 sekianlah pengalaman saya dalam  menaklukkan dunung tertingi di jawa tengah dan  rencana jangka panjang saya selanjutnya adalah menaklukkan  puncak semeru  di  tahun tahun ke depan ,,. semoga tercapai ya ALLAH,, aminnn  amin

Kamis, 23 Mei 2013

Batara-Wisnu ,Sipagimbar Saipar Dolok Hole Tapanuli selatan Indonesia belum merdeka tanpa aku

Memang hidup ini  sangat gila  ,klo menurut saya . karna  apa ya ? , waduh  mungkin  hati lagi tidak karuan malasnya sekarang  , dan mungkin   cerita  yang sakit dahulu itu bisa  di muat dalam sini . biarpun  ngak ada orang yang  melihatnya dan membacanya ?., ya kan , palin g akan senang juga  aku  nantinya bisa membaca memori -memori yang hampir terlupakan dahu itu .
     Dapat di katakan aku orang yang sangat dan tidak bisa beruntung,, aku tak tau arti kata itu  tapi gitulah   , nikmati aja  kata  bung  Gusdur yang  sudah  wafat duluan  dan kita akan menyusul juga  nanti ,sekarang ,besok , lusa , minggu depan , atau bahkan tahun depan , hanya ALLAH  yang tau saudara-saudara .
langsung saja ya  saudara- saudara  nanti ngak jadi-jadi  ceritanya  karna kebanyakan  bacot ataupun basa- basi yang kurang penting .
     Saya  Tinggal di seubah  desa yang  sangat kolot kalau kata orang ,desa yang sangat terpencil juga kata orang ,desa yang jauh dari kota  kata orang  tapi memang benar sih jauh dari kota , nama desanya Desa Sipagimbar taoi sekarang sudah berubah jadi Kelurahan Sipagimbar  yang terletak di  Belantara Hutan Sumatra  dan di Kerumuni oleh  Gajah sumatra yang  cukup agresip dan di Lindungi  oleh Harimau sumatra  yang terkenal  kebuasannya  samapi ke seantero  dunia ,, wuihhh  mantap kalibah bahasanya ,..
    Yap  letaknya di Sumatra Utara yang terkenal dengan Danau Tobanya  dan  Babi Panggang Karonya  , dan juga  sangat Terkenal dengan  SDM(Sumber daya manusia )  handal dan sangat Tegas   termasuk Para Hakim dan jaksa -jaksa itu katanya . Namun saya tidak lah di  Danau toba  itu ataupun di  kota medan itu  melainkan saya masih di  bagian dari Propinsi Sumatra utara itu . Sumatra utara  Kabaupaten Tapanuli selatan  yang di kenal dengan kota salak yaitu Kota Padang Sidimpuan .. kota salak ,
     Dan letaknya di  Tapanuli selatan juga di Kecamatan Saipar Dolok hole  nah inilah letak kampung saya yang konon katanya  jauh dari kota itu namun  asal loe, loe pada tau  aja ya  di kampung ku ini  terdapat  pesantren terbaik se sumatra utara sekaligus almamaterku dahulu  yaitu Pesantren Modern Unggulan Terpadu Darul mursyid .Kelurahan Sipagimbar ini sudah berdiri sejak dahulu kala  dan pastinya saya kuran gtau lah orang umurku aja baru 19 tahun ya kan ?.. tapi  disinilah saya di lahirkan oleh ibu saya yang sangat saya cintai    di hati , dan akan saya bawa sampai mati cinta ini. walaupun sampai saat ini  saya masih tidak bisa membahagiakan dia  , atau pinomatnya  tidak menyusahkan dia  namun saya berjanji dalam diri saya sendiri   dan berjanji kepada ALLAH  bahwa saya akan  menjadi anak yang  berbakti kepada orang tua .
   
          

Minggu, 19 Mei 2013

TUGAS BESAR DESIGN WEB ,{sumpah susahnya buat ini walaupun teman yang paling dominan}

 TUGAS BESAR DESIGN WEB

tugas kuliah design Pattern



STATE OF THE ART  DESIGN PATTERN



KELOMPOK DESIGN PATTERN


PIS 11-SDV-02


NAMA





ZAINUL HAQ DONGORAN(30111254)

DWI HARIYADI (30111483)












POLITEKNIK TELKOM

PIDATO WISUDAWAB TERBAIK ,YANG MENAKUTKAN


aledictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech
by Erica Goldson
Here I stand
There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”
This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.
Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.
I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.
John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.
H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”
To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?
This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.
And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.
We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.
The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.
For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.
For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.
For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.
So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.
I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!
~~~~~~~~~~

Kamis, 16 Mei 2013

Aku merindukan kehidupan yang dulu itu


   Sunggguh tak terasa sudah hampiir 2 tahun  saya sudaha meninggalkan  dan  sekaligus melupakan  tempat yang semestinya tidak bisa aku lupakan waktu itu. itu tempat paling menyebalkan sekaligus tempat paling menyenangkan jika di  bandingkan dengan  kehidupan sekarang yang lagi tak tau arah  pasti  disini.,, menulis kurang pasti.

   yapp itu dia PESANTREN MODERN UNGGULAN TERPADU DARUL MURSYID   almamater sejatiku  yang membuat aku begini  walaupun sengsara dalam ketidak pastian dalam menjalakan  apa yang sudah saya dapatkan waktu itu .di  rodam  di  kolam yang sunggguh seperti rawa  tempat biawak  hidup subur disana  seolah olah saya  adalah  makanana lezat bagi  biawak dan binatang lain penghuni rawa tersebut  sunggguh sangat menyakitkan waktu itu ,  Di   permalukan  di depan orang banuak  dengan buka baju dan  bertuliskan  sang pelanggar peraturan sejati di  dada  tanpa sehelai kain ,menyiratkan bahwa  kami adalah  sang teroris yang  jika sekarang di buru oleh para densus88 yang gagah perkasa , begitulah peristiwa yang terjadi  di waktu itu  layaknya  kami  adalah  sekumpulan  manusia yang hina di mata mereka yang  waktu sunggguh  otoriter  di bawah kepemimpinan  mereka sendiri juga  yang berdiri di  atas organisasi pelajar yang sangat menyakitkan  awktu itu .
   Layaknya kami adalah  robot yang sudah di ciptakan untuk menjalankan  sistem yang di buat oleh mereka yang berkuasa   di tempat itu .di mulai dengan  bagun di  subuh  hari  jam 05;00 di pedesaan merupakan suatu siksaan yang  sangat nyata, suhu pedesaan yang memang sangat dingin  menjadi tantangan  bagi kami sanstri di sekolah ini ,di tambah paksaan untuk mandi  dengan air yang bersuhu di bawah 10 derajat celcius , dan di arahkan ke masjid yang lumayan jauh untuk di tempuh bagi orang yang baru bangun tidur untuk berjalan di tengah udara yang  sangat dingin , bahkan jaket  yang sudah tiga lapis pun akan  sangat  tidak terasa di badan.
   Namun itulah tantangan  demi mendapatkan dan menjalankan  kewajiban kita kepada sang khalik, yaitu  70 derajat  di banding  solat sendirain  di asrama  yang tidak jelas  akan di laksanakan atau tidak . begitulah  cara  hidup islam itu  yang sudah memiliki aturan yang sangat baik untuk di jalankan  semua ummatnya .

bersambung ,,.,.,


Senin, 13 Mei 2013

Merpati putih

MERPATI  ITU TELAH KEMBALI 
telah lama  kepakan sayapnya tak terasa  minggu ini 
dan  pengen  amat sangat aku  melihatnya 
karna ia merpati indah yang  anggun  sangat memikat 
tidak seperti merpati pada umumnya 
ini lebih berwarna  di banding  banyak merpati yang  bagus  namun tak bisa mengepakkan sayapnya sesuai dengan hakikatnya sebagai merpati.
bahkan merpati lain itu menjelma seperti anjing yang tak tau malu 
hanya   bagus  di pandang sekilas namun jika   terlalu lama akan menjadi enek ,menjijikkan 
begitulah sebagian merpati kiasan itu .
namun  merpati yang  saya dambakan itu kini telah mengepakkkan  sayapnya kembali 
mengasikkan  untuk melihatnya ,menyenangkan hati ,dan  dungguh indah ciptaan sang  pencipta  ini.,
aku  bersyukur bisa melihatnya lagi 
terima kasih merpati  putih ,jadikan hatiku  seputih  sayapmu 

by:zainul haq dongoran 

Jumat, 10 Mei 2013

MALAM ITU BULAN PENUH

jikala siang kian  redup 
mata putih kian memudar dan aktifitas kian berkurang 
 kekhilafan kian meningkat 
seseorang menangis tersipu   tak tau arah dan tujuan  
dalam hidup yang tak karuan  
sejauh kaki melangkah  dan tak tau arah tujuan  
ku terhempas di  pelamunan yang tiada hentinya 
ku terpaku menatap keramaianan yang tak pasti ,
 kebaikan dan keburukan berbaur di dalamnya  dan kehidupan itu berjalan seirinng  kebaikan dan keburukan itu di jalankan  dan  yang  menjalakan kebaikan itulah  selalu senang dan selalu bersahaja  dalam hidup ini dan selalu ceria  dan itulah yang  selalu ku dambakan dalam  melakukan pencarian ini
ia,ia ,ia melakukan pencarian yang tak  kunjung berahir
air mata akan terus bertaburan demi  hati  tujuan yang tak pernah  tercapai 

namun demikian mimpi itu akan  selalu ku gapai walaupun itu  hanya mimpi
yang tak pasti   keberadaannya  namun hanya hatilah   yang akan  meliputi ini 
NAMUN AKULAH  SANG PENAKLUK UJUNG DUNIA 
YANG AKAN MENGGAPAI  SEMUA KE  AMBANGAN  MIMPI ITU DALAM HATI ITU
DAN HANYA  ALLALH LAH  YANG TAU JALAN DAN MEMBERIKAN JALAN  


by.zainul dongoran 

Kamis, 09 Mei 2013

HIDUPLAH DALAM MIMPI


Oleh Inna Ar
Penerima beasiswa Huygens Scholarship Program (HSP) Nuffic
Master in Medical Biology, Radboud University Nijmegen, The Netherlands

Experimental Urology Dept, utje 6, NCMLS. Saya lirik jam di pojok PC supervisor saya, ternyata sudah pukul 17.20 dan diluar salju sedang turun. Sejenak  saya menengok ke weerplaza.com, sang peramal cuaca mengakatan “IJZEL en sneeuwval”, jadi sedikit malas beranjak. Berhubung hari ini lebih banyak di depan layar untuk menulis review dan memulai menulis internship report, saya pikir boleh lah sedikit menulis yang lain, siapa tahu sedikit cerita ini akan bermanfaat bagi siapapun. Saya biarkan kenangan saya menari bebas diiringi salju yang sedikit bertambah deras. Kombinasi yang sangat pas seperti yang pernah saya bayangkan dulu ketika masih di Indonesia.
 
Yap, saya Inna Armandari, biasa dipanggil Inna dan beberapa sahabat memanggil dengan Inul. Saat ini saya sedang melanjutkan studi master di Radboud University Nijmegen, The Netherlands dengan major Medical Biology dan telah memasuki tahun kedua yang artinya semester depan saya harus lulus. Sebuah mimpi yang harus saya wujudkan lagi dan saya ingin hidup lagi di dalamnya. Saya akui saya bukanlah pelajar yang pandai dengan IPK 4,00 dan tidak masuk golongan mahasiswa populer waktu jaman kuliah S1. Saya adalah mahasiswa biasa yang cukup BERANI BERMIMPI, MERAIH MIMPI, dan HIDUP DI DALAM MIMPI. Begitulah, saya merasa lebih bangga dengan pandangan seperti itu.
 
Jika membuka lagi apa yang harus saya lalui untuk mencapai apa yang saya rasakan sekarang bukanlah sesuatu yang mudah, namun saya sendiri sebagai pelaku yang punya mimpi dan mewujudkannya terasa lebih ringan ketika apa yang saya yakini dan saya usahakan pada akhirnya saya pasrahkan dan ikhlaskan kepada-Nya (bahasanya berat dan sulit dimengerti sepertinya….hehehe). Sejauh ini saya malah merasa hidup saya sangat dipengaruhi oleh beberapa novel yang pernah saya baca sebelumnya dari Laskar Pelangi hingga Negeri van Oranje, bahkan 5 cm. Apa korelasinya? Akan saya jelaskan!
 
Sekembalinya Oom saya dari Jerman dan Belanda di tahun 1996, saya mendapatkan oleh-oleh puzzle bergambar Lion King bermerek Ravensburger Puzzle dan sebatang coklat, katanya ini oleh-oleh dari jauh. Well, sebagai anak kelas 2 SD saya tidak tahu apa-apa, yang penting dapat oleh-oleh dari oom rasanya sudah senang sekali. Waktu itu yang saya tahu Jerman dan Belanda itu jauh dari Indonesia dan ada di benua Eropa, setelah saya menginjak kelas 4 SD dan mendapat pelajaran Geografi. Sejak itulah saya mulai membayangkan dan berangan-angan untuk dapat sekolah di luar negeri karena notabene perginya oom saya ke Jerman dan Belanda adalah untuk training yang berarti oom saya itu pintar karena dapat dikirim sekolah oleh perusahaannya hingga jauh ke negeri orang. Saya pun jadi ingin seperti beliau yang bisa sekolah hingga ke luar negeri, meski idak tahu bidang apa yang harus saya tekuni. Dari sinilah perjalanan mimpi ini dimulai. Sekolah di Eropa!
 
Saat duduk di bangku SMA saya pernah mencoba mengikuti seleksi pertukaran pelajar AFS, tapi tampaknya saya belum beruntung dan belum waktunya untuk pergi dari Indonesia saat itu. Lulus dari SMA, sayapun kembali mencoba peruntungan sekolah di Eropa ketika akan masuk kuliah. Tapi saya akhirnya mundur karena kebanyakan bachelor di luar negeri adalah biaya sendiri alias beasiswa orang tua. Sudah tentu saya tidak mungkin merengek pada orang tua untuk menyekolahkan saya ke Eropa, biaya dari mana? Keluarga saya bukanlah keluarga berada yang bergelimang harta, maka saya harus beusaha mencari beasiswa jika ingin sekolah di Eropa.
 
Di bangku kuliah, cita-cita saya untuk sekolah di luar negeri semakin menggebu. Kebetulan saya kuliah di Fakultas Farmasi, UGM dengan guru-guru yang sangat memotivasi dan pernah sekolah di Eropa.  Saya berharap saat lulus S1 nanti bisa langsung ke Eropa... singkat cerita…..
 
Januari 2009, timbullah kebimbangan, apakah saya yakin akan melanjutkan master di Paris, Perancis. Dulunya, saya ingin sekali sekolah di Prancis setelah membaca bukunya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Di sana beliau bercerita tentang University of Sorbonne yang membuat hati saya bergetar mendengar namanya. Namun, saya merasa kurang mampu karena kendala bahasa. Dan saya tidak cukup kaya untuk menguasai bahasa Perancis. Tapi cita-cita saya untuk sekolah di luar negeri tidak pernah luntur. Saya pun banting setir mencari negara Eropa mana kira-kira mampu saya raih. Di kala hati sedang gundah dan bingung dengan arah, datanglah sebuah pencerahan. 18 Juni 2009, saya menemukan sebuah novel berjudul NEGERI VAN ORANJE. Saya baca novel itu hingga usai dan saya seakan terbius dengan BELANDA. Kebetulan di akhir November 2009 diadakan Holland Education Fair di Jogja dan saya berkunjung kesana. Ada beberapa perwakilan universitas di Belanda yang mempromosikan kampusnya. Saat itu saya mengunjungi Utrecht University, UvA, dan Leiden University. Ketiganya adalah universitas top lah menurut saya karena mereka sampai promosi dengan dating langsung ke Indonesia. Dari ketiga universitas ini saya pun mencari program yang sesuai dengan minat saya di bidang Imunologi dan Onkologi dan ketiganya punya program yang saya inginkan, namun beasiswa yang ada sepertinya belum bias memenuhi harapan saya. Saya pun bertanya ke pihak Neso Indonesia, beasiswa apa yang bias membawa saya sekolah di Belanda sebagai fresh graduate yang belum punya pengalaman kerja. Ternyata hanya ada satu beasiswa (yang saya tahu) yang memberikan full covering scholarship untuk fresh graduate student, yaitu HSP Huygens scholarship! Tapi syarat dari beasiswa ini sang pelamar harus sudah diterima di salah satu universitas di Belanda dan termasuk top 10 % ketika S1. Dengan persyaratan tersebut, mau tidak mau membuat saya harus kerja ekstra. Berkat tuntunan-Nya saya pun dapat lulus di tahun 2010 dengan IPK cum laude dan masuk top 10% lulusan fakultas waktu itu. Sedikit meleset tapi biarlah akan saya coba bagaimanapun caranya.
 
Berhubung belum punya TOEFL, saya pun harus tes TOEFL. Dari ketiga universitas yang saya mau ternyata mensyaratkan TOEFL iBT atau IELTS. Setelah saya cek sana-sini ternyata keduanya adalah tes bahasa Inggris dengan biaya cukup tinggi U$196. Tidak ikhlas rasanya mengeluarkan uang sebanyak itu tanpa jaminan apapun, kalau ikut persiapan juga biayanya sangat mahal. Saya sempat bingung, dengan persiapan yang minim saya harus bias ke Eropa. Saya pun mencari kemungkinan universitas lain yang tidak mensyaratkan TOEFL iBT atau IELTS dan yang saya temukan adalah Radboud University Nijmegen (RUN) dan Wageningen University. Saya cari program yang cocok an saya memilih Medical Biology di Radboud dan Biotechnology di Wageningen. Setelah melalui tes TOEFL ITP di Neso, Jakarta aplikasi saya kirimkan. Aplikasi ke Wageningen dikirimkan secara online sedangkan aplikasi ke Radboud harus berupa hard file via pos.
 
Dan setelah menunggu selama kurang lebih 2 bulan saya pun mendapat notifikasi dari RUN bahwa saya diterima di program yang saya daftar. Bersyukur sekali saya waktu itu karena, pengumuman datang 5 hari sebelum penutupan aplikasi beasiswa HSP. Jangan ditanya perasaan saya selama menunggu pengumuman. Rasa pesimis yang sungguh memuncak di hari ulang tahun saya, 2 hari sebelum surat sakti keluar sungguh menjadi salah satu momen kritis dalam  hidup saya. Namun, Tuhan selalu tahu waktu yang tepat. Yang lebih membuat saya panik adalah aplikasi beasiswa harus dikirimkan dalam hard copy ke Den Haag, NL, dan itu memerlukan waktu paling cepat 3 hari kerja, padahal aplikasi HSP ditutup pada 1 Februari 2011. Walhasil, aplikasi beasiswapun diterima oleh Nuffic pada 31 Januari 2011, tepat sehari sebelum penutupan. Dan 3 bulan kemudian saya mendapat email dari Nuffic, bahwa beasiswa HSP tahun 2011 adalah putaran terakhir karena krisis Eropa maka beasiswa ini pada tahun selanjutnya tidak akan dibuka lagi. Lengkap sudah kegelisahan saya waktu itu, tapi saya hanya percaya jika ini jalan saya apapun halangannya pasti akan jadi milik saya juga. Alhamdulillah, semua mimpi saya selama bertahun-tahun terjawab juga dengan email yang dikirmkan oleh Nuffic pada 27 April 2011 dengan kalimat Congratulations! You have now been awarded a Huygens Scholarship. Dream come true!! Satu mimpi besar saya terkabul pada saat yang tepat. Rasa syukur yang begitu dalam saya panjatkan kepada-Nya karena perjuangan ini berbuah manis. Juga terima kasih saya kepada orang tua saya karena dengan ijinnya saya bisa melihat dunia, belajar, dan lebih membuka mata lebar-lebar bahwa hidup yang sekali ini harus lebih dan terus bermakna, serta menjadi manfaat bagi sesama. Bukan begitu??
 
Akhirnya, 2013 ini mungkin akan menjadi tahun penentuan lagi bagi saya karena masa tinggal saya di NL berlaku sampai 1 September 2013. Biarkan Allah menuntun kemana kaki ini akan melangkah lagi. Selama hampir 2 tahun ini saya mendapat lebih banyak pengalaman hidup jauh dari tanah kelahiran saya, dan itu membawa sedikit banyak perubahan cara pandang saya dalam memaknai semua yang ada disekitar saya. Dan semoga ilmu yang saya pelajari disini nantinya akan memberikan manfaat bagi semua. Amin

Teruslah hidup dalam mimpi-mimpimu!

“Tuhan tahu tapi menunggu”, kata bang Andrea Hirata

ATURAN DALAM MENGENDARAI SESUATU ,


ATURAN DALAM  MENGENDARAI SESUATU ,

Dalam suatu hakikat ilmiah  manusia di hakikatkan dalam cirri manusia yang selalu tertarik akan hal baru dan terbarukan dan tak lebih dari itu dalam penelitian seorang  ilmuan potologi sipagimbar of university(SINGAPORE)  menyatakan  perputaran otak  selalu identik dengan perubahan  baik itu yang di akibatkan oleh hal baru atau keterkejutan yang di alaminya  pada saat itu juga  dan tanpa ia sadari itu akan tersimpan di memori saraf ya dan suatu waktu  akan keluar  kembali ketika ia akan mengalami hal yang serupa dengan  hal tersebut.
Dan tak jauh pula dari  hasil penelitian itu  yang di sampaikan paman saya (se orang  ahli sosiologi dan candatologi  dari sabanava  Insitution ketika kita mengendarai sesuatu  pandangan mata itu mengang 100%  ,,,ke depan hanya 60% ke kiri dan  kanan 30% dan lain lain 10%  inilah pengendarayang stabil dan  balance dalam menjalankan ke adaanya ,
namun ketika  persenitas di atas sudah tak se imbang lagi maka itulah yang mengakibatkan kecelakaan  atau musibah di jalanan juga .,.,.,,

Sabtu, 04 Mei 2013

Kala itu di Malvin


Gulungan cerita

Waktu  itu kelompok kami merupakan yang terburuk dalam  presentasi kelompok  tugas besar  ,klo di politeknik telkom nama tugas  akhir matakuliah itu namanya tugas besar. Waktu itu kami satu kelompok 4 orang  dan saya  termausk satu didalamnya , lainnya ada novi  panggilannya namun ialah otak di balik semua  rencana kami  dalam membangun tugas ini  termasuk yan grajin juga sih di kampus kami  , dia baik  ramah  dan  enak lah di cakapin  ,  trus ada imu panggilannya  namun yg ini susah bekerja jika tidak di perintahkan  sama halnya dengan mesin  tidak akan jalan  jika tidak di perintah    kira kira begituilah klo yg ini  kemudian ada eva  panggilannya ini juga ngak jauh beda dengan yang sebelumnya cuman bedanya ini mesinnya  leboih cerdas jika di banding  dengan yang tadi  dan saya terakhir  yang  selalu pengen  ngerjain namun karna susah  ya jadi ginilah ngarap teman mulu jadinya .
            Ini ceritanya  karna tugas  pertama  gagal dan  hancur berantakan  maka di adakan rapat  kordinasi  yang mana untuk  tidak mengulang  pada kesalahan yang pertama  dan tugas kedua ini jauh  lebih sulit juga jika di banding kan  denga tugas yang pertama , namun jika di kerjakan dalam satu kelompok itu akan jauh lebih mudah di bandingkan jika di kerjakan satu orang
uda dulu besok lanjut .  klo rajin

Rumah itu Menjauhiku


              Rumah itu menertawaiku
semuanya diam membisu  dan tidak seperti biasanya 
malam itu bulan  tak berkutik di di antara embun hitam di sekitaranya 
dan rumah itu nyaris lari  dariku 
tak tau arah kah ia atau aku 
dan si  bapak  tetangga  bingung  dengan rumah ini  
sambil berkata"rumah kok diam "
sedih tak karuan dalam  hati