Selasa, 05 Mei 2015

Sindrom Malasisme

Untuk kali ini gua coba untuk menulis blog ini  dengan apa yang ingin gua tulis sendiri karna memang gua lagi ngak ada ide untuk di tuangkan  tapi gua juga lagi ngak ada kerjaan untuk di kerjakan alias lagi bosan ngapangapain  bosan nonton tv yang acaranya ngak ada yang benar,kalo ngak sinetron abal-abal pasti berita yang itu-itu aja diulang-ulang  sesuai dengan permintaan tuan si pemilik tv, bosan main game yang  terlalu mainstream bunuh bunuh orang (sangar juga ya) ialah main Counter Strike kalo ngak itu paling main Spider Solite kalo main game online gua mah agak kurang suka,  nguras waktu dan tenaga.

Kadang kadang gua juga bingung sama diri gua sendiri, kerjaan ngak ada , waktu luang  tapi sok sibuk di mata orang-orang terdekat gua. Gua ngak tau apa yang sedang terjadi pada diri gua sendiri apalagi lu ya,,  kemarin gua iseng browsing  tentang macam macam manusia  aneh , salah satunya tentang manusia yang hidup penuh dengan kebohongan dan muslihat katanya ‘manusia model ini adalah manusia yang ngak bisa mengakui kebenaran,  salah satu individu yang hidup dengan angan-angan tinggi  tanpa di barengi usaha untuk menggapai angan-agannya tersebut’. Ini mah gua bangat kayaknya, tapi di pikir pikir juga gua ngak jauh jauh dari  orang yang dia bahas di artikel itu.

 Tapi di pikir pikir  memang kayaknga gua lagi sakit ini, kaki gua sehat ,perut gua , pala gua juga sehat sumua tapi kayaknya hati gua ini kayaknya  kurang sehat. Ada yang kurang dengan  hati gua yang menyebabkan pemikiran gua tidak selalu sempurna dan selalu menimbulkan hal hal yang  bertentangan. Memang tidak ada seorang pun yang  tau diri kita lebih baik dari diri kita sendiri, dalam arti walupun kita memiliki banyak teman keluarga  mereka memang tau sifat dan kebiasaan kita bahkan sikologi kita juga mereka bisa tau  tapi yang jauh lebih tau akan kita sendiri adalah kita dan Allah yang maha tau .
Yeaahhhh kadang-kadang memang  gua sok  Bijak  dan sok dewasa padahal gua mah memang uda desawa  hahahah ,, hahahahaha tapi  memang sih gua orangnya suka membaca  hal hal  yang  bekaitan dengan  fhilosopi dan history  dan juga sangat suka menganalisisis seseorang  dengan perkataannya dan tulisannya  karna memang  kepribadian seseorang sangat tercermin dari perkataannya  dan tulisannya .

Kamis, 23 April 2015

Memindahkan Istana ke atas Gunung

Memindahkan Istana ke atas Gunung
Baginda Raja baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.

Tanpa membuang waktu Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda, "Abu Nawas engkau harus memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda sambil melirik reaksi Abu Nawas.

Abu Nawas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum. Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi, permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan. Abu Nawas pulang dengan hati masgul.


Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana. Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. Ia menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.

"Ampun Tuanku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?"
"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."
"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.
"Satu lagi Baginda..." Abu Nawas menambahkan.
"Apa lagi?" tanya Baginda.
"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas. "Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui. Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup. 



Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pemah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini. Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan sholat Hari Raya Idul Qurban.

Dan seusai sholat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin. Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja, "Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"

"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat. Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. Ia berdiri sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.

"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda Raja.

"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas. "Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.

"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka." Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum.

Abu Nawas Melawan Arus

Abu Nawas Melawan Arus

Abu Nawas orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang Badui Padang Pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab. Ia juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. Ia sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.

Mari kita mulai kisah penggeli hati ini. Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia. Abu Nawas dipanggil ke istana. Ia diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo'akannya.

Maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya. Namun, demi mendengar rencana sang Sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila. Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.


Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita. Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.

Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas. "Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana." kata Wazir utusan Sultan.

"Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya." jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.

"Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu."

"Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar." kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan. Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.

"Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan?" kata wazir. "Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau." kata Abu Nawas.

"Apa maksudnya Abu Nawas?" tanya wazir dengan rasa penasaran. "Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu." segera Abu Nawas sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.


Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid. Dengan geram Sultan berkata, "Kalian bodoh semua, hanya menhadapkan Abu Nawas kemari saja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa!"

Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan paksa Abu Nawas di hadirkan di hariapan raja. Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilot bahkan tingkahnya ugal-ugalan tak selayaknya berada di hariapan seorang raja. "Abu Nawas bersikaplah sopan!" tegur Baginda.

"Ya Baginda, tahukah Anda?"
"Apa Abu Nawas...?"
"Baginda... terasi itu asalnya dari udang !"
"Kurang ajar kau menghinaku Nawas !"
"Tidak Baginda Siapa bilang udang berasal dari terasi?" Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya. "Hajar dia! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali."

Wah-wah! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar. Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga.

"Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian, aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?"

"Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepada tadi?"

"Iya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?"

"Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!"

"Wah ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda."

Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali. Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila. Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya. Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid.

"Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda."

Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hariapan Baginda ia ditanya.

"Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?"

Berkata Abu Nawas, "Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu."

"Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang ftu?" tanya Baginda.

"Tuanku," kata Abu Nawas, "Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya; Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka saya berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya."

"Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?" tanya Baginda. "Benar Tuanku," jawab penunggu pintu gerbang. "Tapi, hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan."

"Hahahahaha...! Dasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!" sahut Baginda. "Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka narget, suka memeras orang! Kalau kau tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan memecat dan menghukum kamu!"

"Ampun Tuanku," sahut penjaga pintu gerbang dengan gemetar. Abu Nawas berkata, "Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istirahat, tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tiada bersalah. Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu istirahat hamba sudah hilang karena panggilan Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk keluarga hamba." Sejenak Baginda melengak, terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tba ia tertawa terbahakbahak,

"Hahahaha... jangan kuatir Abu Nawas. "Baginda kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira. Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan bahkan semakin nyentrik seperti orang gila sungguhan. Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para menterinya.

"Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak ku angkat sebagai kadi?"

Wazir atau perdana meneteri berkata, "Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi kadi."

Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama. "Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi."

"Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja." Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad. Konon dalam suatu pertemuan besar ada seseorang bemama Polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi. Ia mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.

Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan. "Alhamdulillah... aku telah terlepas dari balak yang mengerikan. Tapi, sayang sekali kenapa harus Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja."

Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini:

Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia panggil Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati bapaknya yang sudah lemah lunglai. Berkata bapaknya,

"Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku." Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. Ia cium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.

"Bagamaina anakku? Sudah kau cium?"
"Benar Bapak!"
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku ini."
"Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi... yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?"
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini."

Berkata Syeikh Maulana. "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jia kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi."

Nah, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. Walaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.

Siasat abu nawas menjuarai loba berburu


Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid dan para pengawalnya berangkat berburu. Namun belum sampai rombongan ini di tempat tujuan, salah satu pejabat yang bernama Abu Jahil menyusul. Dengan nada terengah-engah dia mengusulkan kapada sang raja agar acara berburu disayembarakan. Mendengar usulan itu raja hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.

"Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi emas. Tapi kalau kalah, hukumannya adalah memandikan kuda-kuda istana selama satu bulan, "tutur Abu Jahil meyakinkan raja.

Mendengar penuturan itu, sang raja langsung menyetujuinya, hitung-hitung perlombaan itu akan memberikan hiburan kepadanya. Maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap, untuk diberi petunjuk panjang lebar terkait lomba tersebut. Pada mulanya Abu Nawas menolak ajakan sayembara tersebut karena ia tahu ini adalah akal-akalannya Abu Jahil untuk menyingkirkannya dari istana. Namun Raja memaksanya hingga Abu Nawas tak mampu menolaknya.
Abunawas tahu kalau Abu Jahil adalah pejabat istana yang kurang senang dengan keberadaannya. Ia pasti akan mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti. Namun karena kecerdikannya, Abu Nawas malah meladeni dengan senyuman. Abu Jahil yang melihat perubahan raut wajah Abu Nawas menjadi penasaran dibuatnya.
"Mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkannya kali ini, "guman Abu Jahil dalam hati.
Sayembara Dimulai
Akhirnya baginda raja menggiring mereka ke tengah-tengah alun-alun istana. Raja dan selutuh rakyat menunggu, siapa yang akan bakal menjadi pemenangnya dalam lomba berburu ini. Terompet adu ketangkasan pun ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara.

Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya, dia dengan santainya menaiki kudanya sehingga para penonton banyak yang berteriak. Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki gerbang istana, ia mendapat sambutan yang meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya.

Di sisi kanan dan kiri Abu Jahil tampak puluhan hewan yang mati terpanah. Abu Jahil dengan tersenyum bangga memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapangan. 
"Aku, Abu Jahil, berhak memenangkan lomba ini. Lihatlah binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkan aku?" teriaknya dengan lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan.
Ribuan Semut

Tak berapa lama kemudian, terdengar suara kaki kuda Abu Nawas. Semua orang meneriakinya dan menertawakannya karena kuda tunggangan Abu Nawas tidak membawa seekor hewan buruan pun. Namun Abunawas tak tampak gusar sedikitpun, malah ia tersenyum dan melambaikan tangan.

Kemudian raja menyuruh dua orang pengawalnya untuk menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan oleh kedua peserta. Kesempatan pertama, pengawal menghitung jumlah hewan buruan yang didapatkan oleh Abu Jahil.
"Ttiga puluh luma ekor kelinci, titambah lima ekor rusa dan dua ekor babi huta. Total mendapatkan empat puluh dua hewan buruan, "kata pengawal yang menghitung.
"Kalau begitu, akulah pemenangnya karena Abu Nawas tak membawa seekor binatang pun, "teriak Abu Jahil dengan sombongnya.

"Tenang....tenang..., aku membawa ribuan hewan buruan. Jadi jelaslah aku pemenangnya, dan engkau wahai Abu Jahil, silahkan memandikan kuda-kuda istana. Menurut aturan lomba, semua binatang boleh ditangkap, yang penting jumlahnya, "kata Abu Nawas sambil membuka bambu kuning yang sudah diisi dengan ribuan semut merah.

"Jumlahnya sangat banyak Baginda, kami tak sanggup menghitungnya lagi, "kata pengawal kerajaan yang menghitung jumah semut itu.
Melihat kenyataan itu, tiba-tiba saja Abu Jahil jatuh pingsan. Baginda Raja Harun tertawa terpingkal-pingkal dan langsung memberi hadiah kepada Abu Nawas.

"Kecerdikan dan ketulusan hati pasti bisa mengalahkan kelicikan."

Selasa, 07 April 2015

berserah diri

Tertidur tapi tak pernah nyenyak ,makan tak pernah kenyang. setiap langkah yang kulangkahkan tersirat banyak ttanggungjawab yang sangat berat untuk di pikul, setiap untuk berusaha senang maka akan muncul kecemasan di hati ini. memang hati tidak bisa berbohong, dia hanya menerima apa adanya baik itu baik dan buruk itu buruk. namun di balik ke suciannya hati dia juga memiliki kelemahan,walaupun dia mengetahui sebenarnya dan bagaimana aslinya  namun ia tidak bisa berbicara layaknya mulut yang menyampaikan.

kecemasan ,kehawatiran ,ketakutan ini selalu menghampiri setiap saat. aku tak dapat menghindarinya walupun untuk satu hari toh ia menghampiri sebelum di sampiri. tak ada jalan pelarian dari sini hanya nuranilah yang bisa menolongku untuk keluar dari sini menyelamatkanku untuk bisa melawan itu semua. namun Allah lah yang mengatur dan memberi hidayah untuk nurani ini agar bisa bergerak sesuai takdir dan fungsinya sebagai hidayah bagi manusia. hidayah yang  langsung dari Allah, hidayah untuk memiliki harapan esok yang lebih baik ,dan masa depan yang cemerlang. tiada yang lain kecuali mendekatkan diri kepada sang Hidayah itu, sambil memohon ampunan,memohon belaskasih di hadapannya bersujut tanpa tanpa malu  telah meninggalkannya untuk waktu yang lama demi masa untuk bisa berubah dari semua ini karna hanya dialah yang bisa menolong karna ia maha penolong  dan  mulailah menyanyanginya karna ia maha penyanyang. memohonlah kepadanya

Jumat, 30 Januari 2015

QOLBU TANPA ARAH

Hari sudah larut kebisingan hampir lenyap

Walau gemuruh qolbu tak pernah senyap dari murung

Gelapnya cahaya. Qolbu sudah hitam , walau ia

Tak sehitam arang pekat tanpa putih.

Qolbu memang tidak bisa berbohong

Layaknya pikiran yang mencari jalan pintas .

Pikiran memang tak benar atau salah

Tanpa bimbingan qolbu yang di latih benar atau salah.

Yang semakin salah adalah  ketika pikiran dan qolbu

Bergerak lurus dalam membenarkan kesalahan

Menyalahkan kebenaran dengan kesalahan.

Maka Qolbu itu sudah Larut dalam kebisingan kesalahan.
                                                              (sangpenaklukujungdunia)


Minggu, 11 Januari 2015

TAHUN BARU PERJUANGAN BARU

Round ground ..... ohh mak  udah 2015(dua ribu lima belas). Ah masa sih  uda 2015.. aku masih mimpi  rupanya lek? Astagfirulloh astagfirulloh astagfirulloh , entah mau ngomong apa, terdiam diam tanpa kata bicara tanpa suara, miris miris  ternyata  aku belum wisuda wisuda selama ini dan sejauh ini malah belum jelas hidupku ini. Ternyata badai kesuraman itu masih belum berlau dari hidupku sejak setengah tahun yang lewat, yah  november kemarin  awal dari ketidak pastian yang sangat menghancurkan  sekaligus membunuh karakter dan mengkiamatka jiwa dan raga gua waktu  itu dan itu masih berlanjut hingga saat ini, jika terus seperti ini maka aku akan benar benar sungguh  di hancurkan dan di lenyapkan oleh ruang dan waktu yang fana ini ,,, huahuahuahua umak eeeee bia doma au onnn  inda na sidung sidung dope.......
Semua sudah jelas , Pertiwi memanggil kita sebagai jawaban akhir dari semua pertaruhan, kegagalan tak akan pernah terbayar dengan  darah semahal apapun , LEBIH BAIK PULANG NAMA  DARI PADA GAGAL DI PERANTAUAN  dan yakinlah tuhan bersama kita. Hahaha  ngutip dari kata kata seorang  perwira tinggi komando militer khususu Indonesia. Namun jika di cernati kata demi kata, kata itu sangat susah di  terapkan  dan hanya orang orang yang bersungguh-sungguh lah yang akan bisa  menerapkan dan menjalankan kata itu  dalam keadaan  bagaimanapun dan kapanpun. Perjuangan tidak akan pernah sia sia  dan usaha pasati  akan  membuahkan hasil  jika hasilnya memuaskan berarti usaha  anda memang sudah matang dan bagus  dan kadang kadang juga perasaan kita usaha sudah maksimal  tapi hasilnya masih saja minimal, mungkin kita  masih harus mengkoreksi apa yang salah dan  belum kita benarindalam hal itu .
Tahun ini  tak ada lagi alasan untuk tidak menyelesaikan semua  tugas dan target saya  dan memang tujuan aku juga , mau tidak mau  dan suka atau tidak suka semua ini harus berlalu. Aku niatkan  dari hati terdalam  dalam artian dari hati nurani  tahun ini semuanya harus berlalu dan tercapai  dan mudah mudahan targetnya bisa terpenuhi dan memuaskan , dengan niat dan  kemauan yang besar aku akan menghadapi semua itu , walaupun badai dan  rintangan mewanti wanti di depan   aku harus bertaruh dan bergelut dengan  semuanya .
Mudah mudahan dengan niat yang baik , dan kemauan yang besar Allah juga memberikan jalan terbaiknya untuk hambanya ini , just do  what thatyou will , with confidence  and strong  decition !! lihatlah jauh kedepan walaupun tidak tampak lurus berliku liku  naik turun  hanya pastikan bahwa kau sampai di ujung jalan ini ..

(TETAPLAH LAPAR DAN TETAPLAH BODOH)